Setelah Kemerdekaan RI

  • NICA dan pasukan Sekutu datang ke Indonesia

    Pasukan Sekutu datang ke Jawa dan Sumatera dengan nama AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies). Pasukan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Pasukan Sekutu juga membawa orang-orang NICA (Netherlands Indies Civil Administration), namun orang Indonesia tidak menyukai NICA karena mereka jelas-jelas ingin menguasai Indonesia lagi. Mereka juga meneror Indonesia dengan mempersenjatai kembali orang-orang KNIL dan memancing kerusuhan di Jakarta, Bandung, dan kota-kota lain,
  • Pemerintah Inggris yang ingin menjadi penanggung jawab konflik ini.

    Pemerintah Inggris ingin membantu pihak Indonesia dan Belanda mememecahkan masalah ini. Seorang diplomat Inggris bernama Sir Archibald Clark Kerr mengundang kedua pihak untuk berunding di Hooge Veluwe, Belanda.
  • Negara-negara Boneka

    Belanda berusaha mempengaruhi pemimpin-pemimpin daerah untuk membuat negara boneka yang baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia. Negara-negara boneka ini pun menjadi imbangan bagi Indonesia.
  • Perundingan Linggarjati

    Perundingan Linggarjati dilakukan karena kegagalan perundingan Hooge Veluwe. Dalam perundingan ini, RI diwakili oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, Moh. Roem, dan lainnya, sementara Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn, Max Van Poll, dan lainnya. Kesepakatan dalam perundingan ini adalah mengakui secara de facto RI, termasuk Jawa, Madura, dan Sumatera. Belanda juga harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1947. Kesepakatan ini akhirnya ditandatangani tanggal 25 Maret 1947.
  • Agresi Militer I

    Belanda melakukan serangan ini karena Belanda menyelesaikan konflik karena perbedaan penafsiran. Belanda berhasil menguasai Jawa Barat, sebagian wilayah Jawa Tengah, dan Jawa Timur, juga daerah sekitar Palembang dan Medan.
  • Perundingan Renville

    Ini terjadi karena Agresi Militer I mendapat reaksi buruk secara internasional. Perundingan Renville diadakan oleh KTN (Komisi Tiga Negara), di geladak kapal perang Amerika yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Pihak RI diwakili Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin, sementara Belanda diwakili Abduldakir Widjojoatmojo. Dalam perundingan ini, disepakati adanya genjatan senjata dan penghentian tembak-menembak, dan penetapan garis batas antara daerah RI yang bebas dan daerah yang dikuasai Belanda.
  • Penggantian Kabinet

    Karena Kabinet Amir Sjarifoeddin yang menerima perundingan Renville di teror oleh partai-partai besar, Amir Sjafroeddin menyerahkan pesan-pesannya pada Soekarno. Kabinet Amir Sjafroeddin digantikan oleh Kabinet Hatta.
  • Agresi Militer II

    Belanda menyerang dan menguasai ibu kota RI, yaitu Yogyakarta. Mereka menangkap Presiden Soekarno yang diasingkan ke Prapat, SumUt, dan WaPres Moh. Hatta ke Muntok, Bangka. Namun Presiden Soekarno kemudian dipindahkan ke Bangka. Sebelumnya, Presiden Soekarno dan WaPres Moh. Hatta sempat mengirim telegram kepada Menteri Kemakmoran Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia).
  • PDRI Berhasil Terbentuk di Bukittinggi

    Pemerintahan pun lancar. Pemerintah juga mengirim diplomat ke luar negeri supaya mendapat dukungan dari negara-negara sahabat. Sebagian diplomat yang dikirim ke luar negeri adalah L.N. Palar, A.A. Maramis, Soedarsono, dan Soemitro Djojohadikusumo.
  • PBB Mendesak Belanda

    Dewan Keamanan PBB mendesak agar pemerintah Belanda dan RI untuk menghentikan perang dan berunding. Mereka juga mendesak Belanda agar segera membebaskan Presiden Soekarno dan pemimpin-pemimpin lainnya. Namun Belanda mencoba mengulur waktu namun terus mendapat tekanan dari dunia internasional, terutama dari Amerika Serikat. Akhirnya Belanda pun menyerah untuk menerima resolusi dari Dewan Keamanan PBB dan bersedia berunding lagi dengan RI.
  • Perundingan Roem-Roijen

    Perundingan ini diadakan di hotel Des Indes. Wakil Pbb adalah Merle Cochran, pemimpin delegasi Indondesia adalah Moh. Roem, dan pemimpin delegasi Belanda adalah Van Roijen. Persetujuan ini adalah untuk menghentikan tembak-menembak, dan menciptakan keamanan dengan bekerja sama. Pemerintah Belanda juga diminta untuk segera mengembalikan pemerintahan RI ke Yogyakarta. Kedua pihak juga sepakat untuk menyelenggarakan KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag.
  • Konferensi Inter-Indonesia

    Pemerintah RI mengadakan persiapan untung KMB (Konferensi Meja Bundar). Konferensi ini untuk merukunkan kembali antara RI dan BFO yang dianggap boneka Belanda. Kedua pihak memutuskan untuk membuat Panitia Persiapan Nasional yang bertugas untuk menajaga ketertiban sebelum/sesudah KMB. Juga disepakati bahwa delegasi RI terdiri dari Moh. Hatta, Moh. Roem, Prof. Soepomo, dr. J. Leimena, dan lainnya, sementara delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
  • Konferensi Meja Bundar

    KMB berlangsung dari tanggal 23 Aug-2 Nov. Dalam konferensi ini, delegasi belanda dipimpin oleh Maarseveen, RI dipimpin oleh Moh. Hatta, dam BFO oleh Sultan Hamid II. Konferensi ini adalah untuk Piagam Penyerahan Kedaulatan, untuk membuat RI sebagai negara merdeka dan berdaulat secara penuh. Penyerahan ini paling lambat tanggal 30 Desember 1949. Belanda menyerahkan Indonesia, dan tidak bisa menguasai lagi. Diputuskan juga kapal perang Belanda ditarik RI, dan kapal perang kecil menjadi milik RI.
  • Pelantikan Presiden

    Ir. Soekarno terpilih menjadi presiden, dan membentuk kabinet RIS (Republik Indonesia Serikat) dengan Moh. Hatta sebagai perdana menteri.
  • Penyerahan Kedaulatan

    Moh. Hatta menerima penyerahan kedaulatan dari Perdana Menteri Willem Drees di Den Haag. Ratu Juliana dan Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sassen juga ikut menandatangani naskah penyerahan kedaulatan ini. Di Jakarta, penyerahan kedaulatan dilakukan oleh Wakil Tinggi Mahkota Kerajaan Belanda A.H.J Lovink kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.